Budaya Kerja di Sekolah Vs Industri

Mulai 26 Maret 2024, ada 4 murid kelas X Animasi 4 SMK Negeri 11 Semarang yang mengikuti magang di Bapak Pucung Studio. Mereka memang mendahului teman-temannya yang sebagian besar masih ada di kelas. Mereka mengikuti kegiatan magang di awal karena lolos seleksi oleh studio melalui portofolio dan wawancara. Jika dilihat dari kurikulum merdeka, pelaksanaan magang ini seharusnya berada di kelas XII, namun karena kebijakan sekolah yang lebih fleksibel mereka dapat melaksanakan kegiatan magang yang justru dapat mengikuti project yang benar-benar riil dengan melaksanakan budaya industri.

Meskipun mereka berada di studio, namun budaya dialektika tetap saya bangun dengan harapan akan diperoleh informasi-informasi yang dapat digunakan di sekolah. Di samping itu, kedekatan dengan murid masih tetap dijaga. Dialog saya lakukan meskipun melalui whatsapp pada saat jam istirahat. “Selamat siang mas, bagaimana kondisi selama di magang? Bisa diceritakan ya!”, tanya saya kepada Akmal, Danis dan Rafi melalui whatsapp.

“Kondisi saya selama magang,yaitu saya merasa senang dan bersemangat selama magang, banyak hal yang saya dapatkan selama magang yaitu contohnya saya mengikuti project industri berupa pembuatan game VR”, jawab Akmal.  “Kondisi saat magang saya merasa senang, saya mendapat banyak ilmu di industri dan saya sangat senang membantu megerjakan projek seperti animasi Kartini dan pembuatan video game VR”, jawab Danish.  Kondisi saya selama magang sangat baik dan sangat senang, karena bisa mendapatkan banyak hal baru seperti yang sedang saya laksanakan ini membuat project game VR”, ungkap Rafi. Dari dialog tersebut saya justru menjadi tahu bahwa apa yang dikerjakan murid di Bapak Pucung belum dikerjakan di sekolah.  Pengalaman-pengalaman baru inilah yang belum tentu didapatkan di kelas.

Saat ini Bapak Pucung Studio sedang bekerjasama dengan musium untuk mengerjakan film animasi Kartini dan video, merke bertugas menjadi modeling 3D. Kemampuan ini mereka dapatkan ketika mengikuti kegiatan mentoring oleh kakak kelasnya di Pesastrian Animasi setiap hari Jumat. Usai latihan mereka teruskan dengan bealajar secara mandiri melalui dengan sumber-sumber belajar dari youtube. Hasil mentoring inilah berdampak positif terhadap pecepatan kompetensi yang bermanfaat terhadap kesiapan ketika mengikuti kegiatan magang. “Saya memodelling bangunan kuno yang bernama lingga yoni, gapura dan pembatas jalan masuk, karena tema game VR nya memiliki latar di Museum BPK RI. Untuk bangunan lingga yoni, saya ada sedikit kesulitan karena untuk detail bangunannya yang sedikit rumit”, ungkap Akmal. “Saat ini saya sedang membuat aset kanopi dan tower tandon untuk enviroment di dalam project game nya pak”, ungkap Rafi. “Saat ini saya sedang membantu membuat scene Kartini berlari pak”, ungkap Danish.  Ketika berada di studio, mereka mendapatkan tugas yang berbeda-beda, namun dengan bekal kemampuan modeling 3D yang sudah diperoleh saat mengikuti kegiatan mentoring di Pesastrian Animasi, mereka dapat mengatasi kesulitan yang dihadapi.

Pertanyaan saya lanjutkan untuk mengungkap lebih mendalam. “Hal baik apa yang sudah kamu peroleh di bapak Pucung dan itu tidak kamu dapatkan di sekolah?”, tanya saya lebih lanjut. “Hal baik yang saya dapatkan selama di Bapak Pucung yaitu di sini saya lebih santai dan mudah fokus karena tidak adanya kebisingan dari dalam ruangan, jadi saya bisa mengerjakan project dengan sungguh-sungguh dan bersemangat”, ungkap Akmal. “Hal baik yang saya dapatkan adalah di industri saya diajarkan cara bekerja sama membagi bagi tugas agar progress project cepat selesai dan saling mengajari atau membantu satu sama lain”, ungkap Danish. “Hal baik yang mungkin sudah saya peroleh, saya jadi lebih rajin mengerjakkan project dan membuat suatu aset lebih cepat daipada  membuat di sekolah, mungkin karena saat di sekolah pengerjaan tugas disambi dengan mengobrol dengan teman-teman kelas. Yang biasanya saya membuat satu aset bisa sampai satu jam, disini saya bisa membuat satu aset hanya 30 menit bahkan bisa kurang pak”, ungkap Rafi.

Dari dialog tersebut menunjukkan bahwa ada perbedan budaya kerja yang berbeda antara industri dan sekolah. Di studio Bapak Pucung, mereka harus mengikuti budaya menjaga ketenangan agar dapat berkonsentrasi dalam bekerja, adanya budaya kerjasama yang lebih mapan, karena studio ada job deskripsi yang jelas dan mengikat mereka. Dampaknya mereka menjadi lebih rajin dan terjadinya efisiensi dalam bekerja. Dari dialog ini menjadi jawaban mengapa jalannya di industri lebih cepat daripada di sekolah. Budaya yang di industri ini hendaknya diterapkan di sekolah untuk memperkecil gap antara sekolah dan industri.

Leave a Comment Cancel Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Exit mobile version