“Selamat malam Pak Di, Bima mohon maaf beberapa minggu ini belum laporan progress pembuatan game. Ini baru proses untuk game yang keempat”, ungkap Bima Sakti melalui whatsapp.
Bima Sakti merupakan siswa kelas XI Animasi SMK Negeri 11 Semarang. Jika diminta membuat gambar dan animasi dia cenderung menyerah, karena passionnya dia tidak di animasi. Otak kirinya lebih dominan, terlihat dari kemampuannya dalam membuat coding game yang lebih baik daripada otak kanannya.
Apa jadinya jika saya sebagai pengajar materi animasi 2D memaksakan Bima membuat film animasi? Mungkin bisa ia melakukan namun akan kurang optimal. Kemungkinan kedua dia akan kabur karena ketika diminta laporan tidak ada progress yang dilaporkan. Kemungkinan ketiga dia akan borring, karena apa yang dikerjakan tidak sesuai passionnya.
Saya pun cukup memutar otak, agar potensi dia tetap bisa berkembang, namun dasar-dasar animasinya tetap ia jangkau. Awalnya ia saya tantang membuat game-game yang sederhana. Ia mampu melakukan dengan baik. Dalam kurun waktu 2,5 bulan sejak bulan Januari 2023, sudah mampu membuat 3 game dan saat ini sedang proses membuat game yang keempat. Sebuah progress belajar di luar ekspectasi. Jika dilihat dari kompetensi dasar yang ada di jurusan animasi, mata pelajaran game tidak masuk di kurikulum. Namun kebutuhan industri justru banyak dibutuhkan tenaga-tenaga yang memiliki kemampuan ini. Tidak apalah keluar dari kurikulum, sepanjang siswa ini nantinya bisa dibutuhkan oleh dunia industri atau mungkin justru sebagai ahli coding yang bisa bekerjasama dengan teman-temannya yang bisa membuat aset animasi untuk membuka jasa pembuatan game.
Gambar ini adalah sebagian coding yang dibuat Bima Sakti ketika proses pembuatan game yang keempat ini. Dengan kemampuan otak kirinya yang lebih dominan, ia mampu menyelesaikan coding yang rumit.
Ketika belajar dilandasi senang dan sesuai kesukaannya, maka ilmu coding yang dianggap rumit oleh sebagian orang akan ia pelajari sampai bisa. Ia terus belajar dari berbagai sumber, tidak menunggu perintah guru. Motivasi dari dalam dirinya telah tumbuh sebagai pemicu dan energi yang kuat untuk menggerakkan proses belajarnya.
“Ini Pak Di senjata saya di rumah ketika membuat coding untuk game yang sedang saya kerjakan”, ungkap Bima melalui whatsapp. “Senang Pak Di, bahagia, saya bisa mengembangkan game sekaligus belajar menyalurkan kebiasaan saya, hobi saya, kegiatan yang saya dalami dan saya sukai”, ungkap Bima terkait pembelajaran di jurusan animasi yang memberikan kemerdekaan bagi siswa untuk mengembangkan bakatnya. Pembelajaran diferensiasi produk yang diamanahkan dalam kurikulum merdeka saya coba untuk diimplementasikan. Semoga banyak guru yang memberikan kemerdekaan bagi anak didiknya untuk mengembangkan bakat dan passionnya, keluar dari kebiasan lama yang terkungkung oleh administrasi yang membelenggu, apalagi dengan alih-alih kompetensi dasar, pembelajaran di kelas disamaratakan, dibuat seragam. Ingat, anak didik kita bukanlah robot. Mudah-mudahan banyak guru yang bertransformasi dari teaching and studying activity menuju pada teaching and learning activity. Ketika para guru sudah merasa bangga jika saat mengajar anak-anaknya paham dengan materi yang diajarkan, bisa mengerjakan soal dengan benar, anak senang dan kita puas karena tujuan pembelajarannya dapat tercapai maka guru tersebut masih terjebak pada teaching and studying activity. Yang dilakukan guru tersebut ibarat seorang supir yang mengemudikan sebuah bus dan yang ikut di dalamnya adalah siswa-siswa kita. Sang guru alias sopir tersebut yang menentukan arah dan tujuannya, sedangkan siswa-siswanya dipaksa untuk mengikuti arah dan tujuan tersebut. Dapat dipastikan bahwa di bus tersebut tidak semua siswa memiliki pandangan dan tujuan yang sama dengan gurunya, karena secara kodrati mereka adalah individu yang unik dan beragam. Jika pola itu diterapkan apa yang akan terjadi? Borring learning justru akan terjadi. Jangan salahkan ketika seharusnya mereka belajar di kelas, namun kompetensi lompat galah alias lompat pagar yang dikembangkan siswa, karena borring di kelas sehingga memilih untuk membolos.
Lain halnya dengan teaching and learning activity, arah dan tujuannya mungkin bisa sama, namun cara untuk menuju tempat yang dituju itulah diserahkan pada anak didiknya. Mungkin ada yang mengendarai sepeda dan siswa tersebut akan belajar menikmati proses dengan kecepatan mengayuh antara siswa yang satu dengan siswa yang lainnya berbeda. Namun mereka benar-benar menikmati proses. Mereka dilibatkan untuk menikmati proses belajarnya. Kasus Si Bima Sakti ini, justru sudah memiliki tujuan yang berbeda dengan yang lainnya. Ketika yang lainnya, memiliki tujuan membuat film animasi, justru Si Bima membuat game. Secara hirarkisnya, kompetensi membuat game, justru lebih tinggi daripada animasi, karena untuk membuat game membutuhkan kemampuan membuat coding dan membuat gerakan seperti pada pembuatan film animasi.