Ajarkan Hukum Karma dari Kisah Brahmana dan Kepiting di Relief Candi Mendut

Relief-relief di Candi Mendut banyak menceritakan tentang hukum karma yang digambarkan dalam bentuk cerita fabel. Hal ini menunjukkan bahwa komikus di zaman Mataram Kuno sudah luar biasa, mereka mampu menceritakan kisah Jataka yang dituangkan dalam bentuk pahatan di batu yang menarik. Kali ini saya akan mengupas sedikit tentang cerita antara Brahmana dan kepiting yang tertuang dalam relief sebagai berikut.

Kisah Brahmana dan Kepiting di Relief Candi Mendut

Di dalam relief tersebut diceritakan ada seorang Brahmana yang menyayangi segala jenis hewan. Seorang Brahmana ini memiliki laku sebagai seorang bodhisattva.  Suatu ketika ia menjumpai seekor kepiting yang kepanasan di bawah teriknya matahari. Sang Brahmana merasa kasihan, dan di bawalah kepiting tersebut dan akhirnya dilepaskan di tepian sungai. Dalam perjalanan Sang Brahmana merasa kelelahan dan mengantuk, ia memilih tempat peristirahatan di tepi sungai di bawah pohon besar yang rindang. Di tempat tersebut tinggallah seekor ular dan gagak hitam.  Ketika kedua hewan tersebut melihat Sang Brahmana, mereka mempunyai niat untuk memangsanya. Kepiting yang tidak jauh dari tempat tersebut mendengar percakapan kedua binatang tersebut yang akan memangsa Sang Brahmana. Dalam hati kepiting berkata, apapun yang terjadi ia beritikad akan menolong Brahmana dari ancaman kedua binatang tersebut. Si kepiting mendekati kedua binatang tersebut sembari berkata ” Wahai kedua sahabatku, akan kupanjangkan leher kalian, supaya lebih nikmat kalau kalian ingin memangsa Brahmana itu. Kedua binatang tersebut menyetujui pendapat si kepiting, dan menyuruh kepiting untuk segera melaksanakan niat baiknya tersebut, serentak jawaban si ular dan si gagak hitam tersebut. Kedua binatang tersebut menyerahkan lehernya kepada si kepiting, untuk di perpanjang dengan harapan, supaya nikmat menyantap daging Brahmana. Keduanya bersamaan menyerahkan lehernya untuk di capit oleh kepiting, lalu putuslah kedua leher antara si ular dan si gagak hitam dan akhirnya kedua binatang tersebut mati dengan kebodohannya. Ada pesan moral dari cerita tersebut hukum kamma pasti berlaku untuk semua makhluk. Makhluk yang menanam kebaikan akan memperoleh kebaikan, begitu juga yang menanam kejahatan akan memperoleh kesengsaraan.

Ketika cerita ini hanya dalam bentuk relief, tentu tidak semua orang memahami relief tersebut. Kami dari SMK Negeri 11 Semarang yang terdiri dari 10 murid kelas X Jurusan Animasi memiliki niat dan sedang berproses untuk membuat komik dan film animasi dari setiap relief yang ada di Candi Mendut. Salah satunya adalah Abel, yang mendapat tantangan untuk membuat komik dan animasi dari cerita antara Brahmana dan Kepiting. Sebuah tantangan berupa project riil yang memiliki manfaat untuk pelestarian budaya nusantara. Di balik relief yang terpahat di batu, akan menjadi lebih menarik ketika diduplikasi dalam bentuk komik dan endingnya berupa animasi. Inilah cara kami ikut melestarikan budaya nusantara yang luar biasa, dengan harapan akan mendapatkan perhatian dari Kementrian Pariwisata maupun Kementrian Pendidikan, Kebudayaan dan Riset dan Teknologi Republik Indonesia.

Ada satu point penting yang ingin terus saya narasikan untuk generasi penerus bangsa ini. Ketika nenek moyang kita di zaman dulu sudah mampu membangun sebuah Candi Mendut yang luar biasa megahnya, sangat detail dengan relief-relief yang menceritakan tentang nilai-nilai ajaran kebaikan secara universal, maka diharapkan akan menjadi motivasi bagi generasi muda untuk memiliki kebanggaan terhadap nusantara sehingga menjadi energi penggerak untuk melakukan perubahan dengan membuat karya-karya yang spectakuler yang membanggakan Indonesia.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *