Di bulan Mei yang lalu kita memperingati hari Pendidikan Nasional tanggal 2 Mei. Ada tokoh yang paling dikenal yaitu Ki Hajar Dewantara yang menjadi Pahlawan Pendidikan bagi bangsa dan negara kita. Sosok yang sangat sederhana, namun memiliki cita-cita besar demi kemajuan pendidikan di Indonesia. Seorang tokoh yang mau meninggalkan darah birunya menjadi rakyat jelata, meninggalkan kebangsawanannya dengan nama Ki Hajar Dewantara.
Hari berganti hari, tepatnya 20 Mei, kita memperingati Hari Kebangkitan Nasional. Sebuah moment yang bersejarah sebagai tonggak kebangkitan bangsa Indonesia. Ada tokoh besar yang berperan berdirinya Boedi Oetomo seperti Wahidin Sudirohusodo, Sutomo, HOS Tjokroaminoto dan tokoh-tokoh lainya yang mendirikan Boedi Oetomo sebagai tonggak kebangkitan bangsa untuk merdeka. Tanggal 1 Juni, yang diperingati hari kelahiran Pancasila terdapat banyak tokoh yang mengangkat kristalisasi nilai-nilai yang sudah dimiliki oleh bangsa sebagai dasar dalam berbangsa dan bernegara yang dikenal sebagai Pancasila yaitu Soekarno, Muhammad Yamin dan tokoh-tokoh lainnya. Semua yang disebutkan merupakan Pahlawan karena telah berjasa untuk bangsa dan negara.
Kali ini saya akan menyampaikan tentang tokoh yang paling dekat dengan kita dan justru beliaulah Pahlawan Sejatiku. Soeratman, adalah ayah saya. Yang sampai sekarang saya belum tahu secara pasti usia bapak saya, karena ketika ditanya tahun kelahiran, pasti dijawab tidak tahu. Yang beliau tahu, ketika di jaman Jepang sudah berada di kelas 1 Sekolah Rakyat (SR). Jika kelas 1 SR anggap saja usia 7 tahun, Jepang itu menguasai Indonesia tahun 1942, maka diperkirakan pada tahun 1935 bapak saya lahir. Ada perjuangan besar yang dilakukan ayah untuk menghidupi keluarga. Ketika di usia senja ini, Bapak sering mengeluhkan sakit di punggung, karena di masa mudanya sangat keras dalam bekerja. Pernah dalam cerita, Bapak rela memikul kopi, memikul buah,bahkan memikul kayu sebagai kuli angkut dari desa Jlegong yang sangat pelosok dengan jalan yang masih susah sampai ke pasar Sukorejo dengan jarak tempuh sekitar 12 km. Akumulasi kerja fisik yang terlalu berat inilah yang membuat saat ini bapak pada usia 89 tahun, yang menyebabkan bapak saya merasakan sakit di punggung. Perjuangan berat yang dilakukan seperti Bapak saya dan tentu dilakukan oleh banyak bapak-bapak lainnya yang rela berkorban apapun demi keluarga. Para bapak inilah yang patut mendapatkan penghargaan sebagai Pahlawan sejati kita.
Bapak Suratman, Pahlawan Sejatiku
Untuk memantik rasa kepada murid-murid saya, maka kisah ini saya sampaikan kepada murid-murid di kelas. Sebagai tantangannya, saya berikan kesempatan untuk membuat karya yang terkait dengan ayahku sebagai pahlawan sejatiku. Berikut adalah film animasi pendek karya Nadifah atau sering dipanggil Ara. Ia mampu membuat film pendek yang mampu menggambarkan perjuangan seorang ayah.
“Hal baiknya saya tahu mencari nafkah itu tidak mudah, dan harus menghargai dan menghormati pemberian orang tua sekecil apapun”, ungkap Ara ketika saya tanya tentang hal baik yang diperoleh setelah membuat film animasi tersebut. “Saya sedih, pak mengingat betapa besar perjuangan bapak untuk anak-anaknya”, ungkap Ara tentang perasaannya setelah membuat film animasi tersebut. “Yang akan saya lakukan lebih menghargai orang tua yang sudah susah payah mencari nafkah”, ungkap Ara ketika ditanya apa yang akan dilakukan setelah membuat film animasi tersebut. Inilah cara sederhana yang kami lakukan, memberikan tantangan kepada murid dengan membuat film pendek untuk meningkatkan kompetensi sekaligus mengasah rasa.