Pada siang yang hangat, ada singa kecil yang sedang tidur siang dengan lelap. Lalu, muncullah seokor kambing yang iseng. Ia mendatangi singa untuk mengusilinya. Ia berkata kepada singa bahwa ia adalah kambing pemakan singa. Tiba-tiba terdengar suara monyet tertawa dari pohon. rupanya si moyet melihat betapa bodohnya sang singa. Sang singa bersembunyi di balik semak-semak dengan perasaan taku oleh si kambing. Tapi keberadaan singadiketahui oleh si monyet. Sang monyet mencoba memprovoakasi si singa untuk memberanikan diri menghadapi kambing. Ia bersumpah akan mengikat tali dirinya dengan singa agar singa merasa aman menghadapi kambing. Keduanya lalu mendekati sang kambing, tetapi sang singa tetap saja masih punya rasa takut kepada sang kambing. Kata sang kambing : Hari ini kera membawakan aku seekor singa untuk santapanku. Singa ketakutan, karena mengira bahwa dirinya benar-benar akan di makan oleh kambing. Maka sang Singa berlari sambil menyeret kera dan matilah kera.
Cerita fabel tersebut memiliki persan moral bahwa, “Jangan suka ikut campur dengan urusan orang lain, dan jangan suka memprovokasi orang lain, karenanya janganlah menjadi pengecut, karena hanya akan menghalangi kita mencapai potensi terbaik kita sendiri”. Cerita ini diambil dari relief Candi Mendut.
Cerita yang tertuang dalam relief Candi Mendut tersebut selanjutnya oleh Callista murig kelas X Animasi SMK N 11 Semarang dibuat menjadi sebuah film animasi. Sebuah tantangan bagi Callista dan tantangan ini agak berbeda dengan tantangan lainnya. Inilah cara pembelajaran yang dilakukan di SMK N 11 Semarang dengan melihat potensi yang dimiliki oleh masing-masing murid. Murid yang memiliki kemampuan membuat animasi yang lebih cepat dibandingkan murid lainnya mendapatkan tantangan untuk berlari lebih cepat. Callista tidak memiliki kewajiban mengerjakan soal-soal wajib seperti lainnya, ia cukup membuat film animasi dalam waktu 3 bulan. Apakah ini adil? Adil itu tidak harus sama. Adil itu memberikan haknya sesuai porsinya masing-masing. Callista memiliki kebutuhan yang lebih untuk mempercepat kompetensinya di bidang pembuatan film animasi, karena dari portofolio yang ia miliki sejak SMP, ia sudah pernah membuat film animasi. Menjadi tidak adil ketika ia mendapatkan perlakuan yang sama dengan murid-murid lainnya. Dengan memberikan tantangan yang berbeda inilah saya mencoba menerapkan pembelajaran diferensiasi sesuai kebutuhan murid.
Saya juga mengajarkan kepada murid bahwa ketakutan kepada diri sendiri harus dipatahkan. Callista merupakan bukti bahwa dirinya mampu melampaui dari ekspectasinya. Ketika kita dihadapkan pada kurikulum yang tertuang dalam capaian kompetensi, maka membuat animasi ini akan dilakukan pada semester genap. Namun karena kecepatan setiap murid berbeda-beda, maka cara pembelajarannya pun juga berbeda. Callista memiliki kemampuan berlari lebih cepat, maka diberikan kesempatan untuk berlari terlebih dahulu. Karena bagi saya, pembelajaran bukanlah membuat persaingan antara murid satu dengan murid lainnya. Setiap murid memiliki jalannya masing-masing. Setiap murid memiliki ceritanya masing-masing. Sehingga yang terpening bagi saya, bahwa murid akan bersaing terhadap dirinya, mampukah mengalahkan dirinya dari kemalasan? Mampukah mengalahkan dirinya dari zona nyamannya? Mampukah dirinya melakukan hari ini lebih baik dari hari sebelumnya? Dan banyak pertanyaan yang intinya mampukah mengalahkan ketakutan pada pikiran dirinya sendiri. Karena dari pikiranlah segala sesuatu terbentuk. Baik buruknya sesorang diawali dari pikirannya sendiri yang akhirnya menggerakan segala ucapan dan tindakannya.
Film animasi di bawah ini sebagai bukti bahwa Callista mampu mengalahkan dirinya sendiri untuk keluar dari kemalasan, zona nyaman dan terus melakukan perubahan dengan berkarya. Terkait kualitas film animasinya, hal tersebut membutuhkan jam terbang yang banyak. Dan sejatinya proses belajar itulah yang perlu dinikmati.
Usai menyelesaikan tantangan ini, saya memberikan kesempatan kepada Callista untuk melakukan refleksi. “Dari film yang kamu buat. Apa yang kamu rasakan? Hal baik apa yang sudah kamu capai? Hal apa yang menurut kamu masih perlu diperbaiki?”, tanya saya melalui Whatsapp.
“Yang saya rasakan dalam membuat animasi ini adalah saya senang dan bangga mendapatkan kesempatan di percaya pak Di untuk ikut membuat salah satu proyek animasi ini. Hal baik yang saya rasa sudah saya capai adalah dapat membuat animasi dengan baik walaupun masih banyak kurangnya. Hal yang masih perlu saya perbaiki adalah menyelesaikan animasi ini dengan tepat waktu, memaksimalkan kemampuan dalam membuat animasi dan menambahkan lebih banyak detail dalam animasi tersebut. Untuk series animasi ini saya pertama kalinya mencoba menggunakan teknik tweening. Walaupun saat ini hasil animasi saya masih banyak yang kurang, saya senang bisa mencoba hal hal yang baru. Semoga nantinya kemampuan dan teknik animasi saya bisa lebih berkembang lagi”, ungkap Callista. Sebuah refleksi yang menggambarkan kesadaran diri dari Callista untuk melakukan perubahan terus untuk mencapai hasil yang lebih baik.