Membangun budaya dibutuhkan waktu yang lama dan diperlukan pantikan-pantikan secara terus menerus sehingga apa yang dilakukan siswa bukan sekedar menjadi habbit namun tumbuh kesadaran diri. Untuk membentuk budaya mentoring perlu dilakukan sistem yang awalnya sedikit memaksa, namun lama kelamaan proses memaksa tersebut harus dilepaskan sehingga yang muncul adalah kesadaran diri untuk berbagi melalui program mentoring. Sistem yang sedikit memaksa yang dilakukan di jurusan Animasi SMK Negeri 11 Semarang adalah kegiatan mentoring sebagai syarat laporan bagi siswa yang telah selesai mengikuti kegiatan magang. Kegiatan ini secara sistem membentuk budaya mentoring, namun hanya akan bersifat teknis saja, ketika kesadaran diri untuk memberikan mentoring tidak dipantik. Ibarat kulit bawang, sistem itu hanya berada pada kulit di tengah yaitu berupa ritual saja, belum sampai pada proses membangun value yang berada di paling dalam. Lalu bagaimana sistem mentoring setelah siswa mengikuti kegiatan magang masuk ke ranah membangun value positif? Budaya dialektika adalah jawabannya. Ketika budaya dialektika dibangun, sesering mungkin siswa diberikan kesempatan untuk olah pikir, olah rasa dan olah laku melalui dialog, maka akan muncullah kesadaran diri yang tinggi.
Ketika saya mendapatkan keluhan siswa kelas X Animasi tentang kesulitan yang dialami dalam membuat modeling 3D, segera saya melontarkan sebuah pantikan di kelas XI Animasi. “Anak-anakku mohon kerelaan yang bisa modeling 3D, setelah tes yang bisa menjadi mentor untuk adik-adik kelas, kami tunggu”, tulis saya di group. Saya tahu sekali, bahwa ada banyak siswa kelas XI yang memiliki kemampuan modeling 3D yang bagus, terutama yang telah mengikuti kegiatan magang di Keitoto dan Pickolab. Namun saya sengaja tidak menyuruh siswa yang selesai magang tersebut untuk menjadi mentor, dengan harapan akan muncul kesadaran diri dari siswa untuk berbagi. Saya tunggu beberapa saat, tak satupun yang menuliskan list di group. Tidak apa-apa, mungkin butuh proses, apalagi ini waktunya sedang mengikuti penilaian sumatif akhir semester, dimana mereka membutuhkan persiapan untuk mengikuti tes, atau banyak waktu setelah tes yang bisa digunakan untuk bersantai-santai di rumah dan sebagainya.
Menjadi mentor bukan hanya berbekal kemampuan diri secara hard skill, namun diperlukan jiwa pemenang. Apa itu jiwa pemenang? Seorang yang akan menjadi mentor harus mampu mengalahkan ego diri sendiri. Ia harus mampu mengalahkan egonya, memberikan waktunya untuk kepentingan orang lain dan berpikir bahwa hidupnya lebih bermakna ketika mampu memberikan kebermanfaatan untuk orang lain.
Bahagia, ketika tiba-tiba muncul pesan di whatsapp dari salah satu siswa yang baru saja selesai mengikuti kegiatan magang di Keitoto.
Dustin: Permisi pak Di, ini mentoringnya selesainya pukul berapa pak?
Diyarko: 15.30, setelah tes.
Dustin : Kalau jam 3 atau 14.30 boleh pak?
Diyarko: Jam 15.00 gak apa-apa
Dustin: Saya bisa pak kalau jam 15.00 selesai, berarti seminggu saat tes, diklat itu terus pak?
Diyarko: Ya. Selama 4 hari to, karena tesnya hanya empat hari.
Dustin: Eh iya, berarti 4 hari ya pak
Diyarko: Sudah saya sampaikan ke adik-adik kelasmu yang magang di Keitoto, kegiatan pelatihannya mulai Senin ya.
Dustin : Baik pak
Diyarko: Terima kasih, semoga amalmu menjadi berkah.
Dustin : Terimakasih pak, Aamiin.
Berita yang membahagiakan ini segera saya teruskan kepada pihak studio Keitoto melalui whatsapp. Saya sampaikan kepada mas Malik, bahwa Dustin yang secara hard skill memiliki keterbatasan dibandingkan dengan teman-temannya, namun secara softskill memiliki jiwa berbagi yang tinggi.
Diyarko: Met siang mas. Meski Dustin tergolong lambat dari yag lain, namun ia paling peka untuk mementori adik adiknya. Semoga menjadi nilai plus.
Malik : Ohh njeh-njeh. Alhamdulilah, senang dengernya pak. Dulu memang saya sering minta tolong banget buat anak-anak untuk ngajarin adik-adiknya, tapi yang terlihat antusias banget tuh si Dustin. Pasti pak, akan menjadi point penilaian tersendiri. Lumayan, skill mereka bagus bagus tapi kalau gak dishare takutnya percuma nanti. Kasihan adik-adiknya.
Diyarko: Terima kasih mas
Malik : Sama-sama pak
Dari dialog tersebut menunjukkan bahwa ada kesepakatan antara saya dan pihak studio tempat magang, bahwa kompetensi yang dibutuhkan siswa untuk bekerja di bidang industri kreatif bukan hanya kemampuan secara hard skill, namun jauh lebih penting adalah kemampuan soft skill. Jiwa berbagi, menjadi mentoring merupakan soft skill yang mendapatkan penghargaan yang luar biasa dan menjadi pertimbangan paling besar dalam penilaian. Lagi-lagi soft skill, kepekaan rasa yang dibutuhkan dan itu berasal dari dalam diri, bukan karena iming-iming sebuah nilai. Mulai hari ini, 29 Mei 2023, Dustin setelah selesai mengikuti kegiatan tes melaksanakan kegiatan mentoring kepada adik-adiknya.
Sederhana apa yang saya lakukan untuk memantik siswa untuk menjadi mentor, tanpa ada embel-embel paksaan ataupun iming-iming sebuah nilai. Biarlah menjadi mentor karena kesadaran diri, bahwa menjadi mentor merupakan panggilan hati. Menjadi mentor bukan karena imbalan, namun semata-mata sebagai bentuk memaknai dirinya bahwa hidup dapat bermanfaat untuk orang lain. Terima kasih Dustin.
Luar biasa menginspirasi. Terima kasih.🙏🙏