Candi Mendut menyimpan kisah-kisah tentang binatang dari Jataka yang memiliki pesan moral yang diambil dari ajaran Buddha. Kisah-kisah tersebut terpahat secara detail dalam relief-relief di dinding candi. Patut dibanggakan bahwa leluhur bangsa ini memiliki kemampuan seni yang luar biasa. Seniman di masa itu sudah memiliki kemampuan memahat batu secara detail dan merangkainya seperti puze-puzel yang tertata rapi yang menunjukkan keindahannya. Hasil karya seni ini menunjukkan bahwa nusantara sebagai pusat peradaban dunia. Saya merasa miris ketika adanya konten-konten youtube yang mengerdilkan leluhur nusantara. Saya pernah melihat konten youtube yang menyatakan bahwa Borobudur dibuat oleh makhluk Jin. Begitu rendahkah, peradaban di nusantara saat itu? Sebuah maha karya dari Borobudur yang sudah diakui UNESCO dilecehkan dengan menjustifikasi karya tersebut buatan para Jin. Generasi muda saat ini perlu menyaring segala informasi sehingga tidak termakan oleh hoak.
Dari peninggalan-peninggalan masa lalu berupa candi-candi dengan berbagai relief merupakan sebuah buku monumental yang menggambarkan sejarah kejayaan nusantara yang patut dibanggakan. Apakah cukup dengan bangga? Tentu tidak. Para generasi muda ini hendaknya mewarisi semangat, inovasi dari para leluhur nusantara ini sebagai pemicu untuk berbuat dan menghasilkan karya yang bisa diakui dunia.
Kembali ke relief Candi Mendut. Beberapa kisah-kisah menarik yang dipahatkan pada relief yang berjejer secara rapi sudah saya ceritakan pada tulisan-tulisan sebelumnya. Kali ini saya tertarik dengan relief yang menggambarkan tentang hubungan gajah dan tikus, seperti pada gambar relief berikut.
Relief tersebut menceritakan tentang pemukiman para tikus sering sekali dilewati rombongan gajah yang akan pergi ke danau mencari air untuk minum. Saat Gajah lewat di pemukiman tersebut, banyak tikus yang mati karena terinjak-injak kaki dari rombongan gajah tersebut. Oleh karena itu, Raja tikus memohon kepada Raja gajah untuk tidak melewati pemukiman tikus saat pergi ke danau mencari air. Raja Gajah pun mengabulkan permintaan Raja tikus, dan mengubah lintasan supaya tidak lewat di pemukiman para tikus tersebut, sehingga tidak menyebabkan banyak kematian tikus karena terinjak rombongan gajah tersebut. Suatu ketika gajah terperangkap oleh jebakan pemburu gajah yang di buat manusia, tubuh sang gajah terikat kuat oleh jebakan tali perangkap, Raja Tikus mengetahui akan hal tersebut, sehingga Raja Tikus mengutus rakyatnya untuk membantu melepaskan ikatan yang melilit di tubuh gajah dengan cara menggigit tali perangkap hingga putus, dan pada akhirnya para gajah terbebas dari jeratan tali perangkap para pemburu gajah. Sebuah pesan moral tentang karma (pebuatan) baik akan menghasilkan karma pala yang baik pula. Istilah Jawa, “Ngundhuh wohing pakarti”. “Seperti benih yang ditanam, demikianlah buah yang akan dipetiknya. Pembuat kejahatan akan memetik buah penderitaan, sedangkan pembuat kebajikan akan memerih buah kebahagiaan. Oleh karena itu tanamlah benih-benih yang baik dan engkau akan memetik buah kebahagiaan (Samyuta Nikaya I, 227).
Dari cerita tersebut, saya sebagai guru animasi tergelitik untuk menjadikan cerita tersebut menjadi lebih menarik dalam bentuk gambar komik dan animasi. Akhirnya saya memutuskan untuk memberikan tantangan bagi siswa yang siap untuk mengerjakan. Mutiara, salah satu siswa kelas X Animasi 4 beberapa minggu yang lalu menawarkan diri untuk bergabung dalam project tersebut. Ia mendapatkan tantangan dari cerita di relief tersebut dan hari ini, 2 November 2023 ia menyelesaikan tantangan pertama yaitu membuat komik dari cerita tersebut.
Komik ini selanjutnya sebagai acuan untuk membuat animasi. Dengan peralatan yang sederhana, yaitu android, Mutiara membuat gambar cerita ini mengedepankan pada pewarnaan yang menarik, dengan angle kamera yang sudah bagus. Saya merasa bangga dengan Mutiara yang masih duduk dibangku kelas X sudah membuat komik tersebut dengan baik.