Relevansi Metode Kepramukaan dalam Pembelajaran yang Menyenangkan

Selama dua hari ini, 19-20 saya bersyukur bisa mengikuti kegiatan Workshop tentang pengelolaan Satuan Karya di Kwartir Cabang Kota Semarang yang diselenggarakan oleh Kwarda Jawa Tengah dengan para pelatih dari Pusdik Cakra Baswara.  Banyak hal yang diperoleh, meskipun kondisi kesehatan tidak 100%, namun kegiatan yang dilakukan selama 2 hari terasa begitu cepat. Hal ini menandakan bahwa kegiatan tersebut menyenangkan dan membawa kebermaknaan tersendiri bagi saya yang berada Gerakan Pramuka masih tergolong pemula. Ada beberapa hal yang menarik dan bisa saya ingat dari metode kepramukaan yang disajikan para pelatih melalui kegiatan di luar ruangan, di dalam ruangan, penuh canda tawa, namun serius dan dibalut dengan lagu-lagu yang membuat peserta ingat. Salah syair tentang metode kepramukaan dikemas dalam lagu naik becak:

“Kode Kehormatan; belajar sambil melakukan; belajar berkelompok; menyenangkan dan menantang; di alam terbuka; hadir orang dewasa; tanda kecakapan; satuan terpisah”

Secara pribadi saya merasa tertarik dengan metode kepramukaan yang jauh dikenalkan sejak lama, namun mengapa realisasi di dalam pembelajaran pada dunia persekolahan masih minim. Bahkan metode kepramukaan ini seakan-akan terpisah dari dari dunia persekolahan, metode ini hanya dikenal dan dilaksanakan ketika kegiatan kepramukaan saja.

Metode pertama adalah kode kehormatan dalam Pramuka adalah dwi satya, dwi darma untuk pramuka siaga dan tri satya, dasa darma untuk pramuka Penggalang, Penegak dan Pandega. Kode kehormatan tersebut merupakan sebuah kode etik, sebuah janji yang berisi tentang hal-hal positif dan tidak ada satupun kata-kata yang mengandung unsur negatif. Kalau kita berkaca pada kode kehormatan ini, maka di dalam dunia persekolahan akan menampilkan kode etik dan atura-aturan sekolah yang bersifat positif. Tidak seperti yang sering terpampang di dinding-dinding kelas yang berisi tata tertib namun berisi kode pelanggaran beserta skor-skornya. Kalau kita berkaca pada kode kehormatan Pramuka, maka kode etik yang ada di dunia persekolahan akan berisi kalimat-kalimat positif tentang pembentukan karakter.

Metode kedua adalah belajar sambil melakukan. Hal ini sangat relevan dengan proses pembelajaran yang ideal. Pembelajaran tidak harus terpaku dari teori (pengetahuan) dan dilanjutkan dengan praktik, namun bisa juga antara praktik dan teori justru menjadi satu kesatuan yang tidak terpisahkan. Dapat pula bahwa dari proses praktik, anak didik kita akan menemukan teori. Dari metode ini sebenarnya kita dituntut agar pembelajaran tersebut membawa pada proses penalaran dan kesadaran diri. Belajar sambil melakukan justru akan memberikan makna yang mendalam bagi anak didik kita. Belajar bukan lagi hanya sekedar menerima informasi yang datangnya dari guru, namun justru peran guru adalah memantik agar anak didik kita mau mencari informasi, pengetahuan sendiri dari proses melakukan atau praktik. Ini bukan perkara mudah, namun bukan berarti tidak bisa dilakukan. Dibutuhkan kesadaran guru untuk tidak langsung memberi informasi, memberi nasehat, namun memberikan pertanyaan-pertanyaan yang memantik sehingga siswa haus akan pengetahuan dan keterampilan dengan usahanya sendiri.

Metode ketiga adalah belajar berkelompok. Metode ini sangat relevan dalam pembelajaran saat ini. Bukan individu yang diunggulkan justru kemampuan kolaborasi mendi kompetensi yang dibutuhkan. Sebagai manusia, seringkali kita kalah kemampuan kolaborasinya dengan semut. Semut memiliki 250.000 sel otak. Jumlah sel otak ini menjadi bagian terbesar dalam tubuhnya yang kecil. Dengan jumlah sel otak yang begitu besar, semut menjadi jenis yang paling cerdas dibandingkan serangga lain. Belajar secara kelompok menjadi sebuah keharusan dalam dunia persekolahan, sehingga kecerdasan kolektif, kecerdasan sosial dapat terus ditingkatkan.

Metode keempat adalah menyenangkan dan menantang. Sebuah metode yang perlu diterapkan di dunia persekolahan. Pembelajaran yang menyenangkan adalah pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan anak didik. Jangan-jangan ketika anak didik suka membolos dari sekolah, suka tiduran di kelas karena apa yang diberikan guru bukan menjadi kebutuhan anak didik. Dengan demikian pembelajaran diferensiasi perlu dilakukan sesuai dengan passion dan bakat. Pembelajaran bukan menjejali dengan tugas-tugas yang kurang bermakna, namun harus memberikan tantangan-tantangan yang menyenangkan anak didik, sehingga mereka semakin haus untuk belajar lebih lanjut. Ibarat permainan game, pembelajaran hendakya membuat rasa ingin tahu (keppo) dari setiap tahapannya, sehingga mereka berkeinginan untuk mencapai pada level berikutnya. Pencapaian level tidak harus diseragamkan di kelas, karena setiap individu adalah unik dan memiliki kapasitas awal yang berbeda-beda. “Jika bisa cepat mengapa harus lambat”, sebuah ungkapan yang dapat menjadi renungan kita sebagai guru. Bagaimana perasaan anak didik yang sudah cepat dalam mencapai kompetensi tertentu, namun karena sistem yang berlaku ia harus menunggu temannya ang belum masuk ke level itu? Bosan dan borring tentu saja dialami oleh anak tersebut. Maka diberikan kesempatan untuk lari terlebih dahulu, sembari diberikan kesemapatan untuk membangun kebermaknaan hidup dengan cara berbagi kepada teman-temannya yang belum mampu mencapai level tersebut.

Metode kelima adalah di alam terbuka. Metode ini sangat relevan dengan kondisi saat ini. Apa yang terjadi apabila pembelajaran yang dilakukan bersama anak didik hanya dibatasi oleh empat dindidik kelas, mereka akan terkungkung seperti di penjara. Jangan-jangan di dunia persekolahan justru membatasi gerak dan langkah anak didik untuk melejit dengan cepat. Alam terbuka bisa dimaknai dengan permasalahan kehidupan nyata. Pembelajaran akan lebih bermakna ketika anak didik kita disuguhi dengan permasalahan di sekitar anak didik, sehingga mereka mampu memberikan solusi untuk masalah tersebut. Mereka akan terbiasa menjadi problem solver yang handal. Project riil dan project sosial perlu dilakukan dalam dunia persekolahan, sehingga yang dipelajari bukan sekedar teoretis, namun mereka akan melakukan kegiatan atau praktik yang bermakna untuk dirinya, bermakna untuk lingkungannya. Ketika anak didik kita diberikan tantangan tentang membersihkan tempat ibadah di sekitarnya, maka anak didik sebenarnya sedang dilatih untuk olah rasa, olah pikir dan olah laku sehingga tindakannya tersebut bermakna untuk lingkungan sekitar. Mereka juga melakukan proses sosialisasi dengan dunia luar. Hal ini tidak akan terlatih ketika siswa hanya berada di ruangan yang dibatasi oleh empat dinding kelas.

Metode keenam adalah hadirnya orang dewasa. Orang dewasa memiliki peran penting dalam proses pembelajaran ini. Cara pandang orang dewasa diperlukan untuk anak didik yang masih remaja dengan stabilitas emosional belum begitu stabil. Hadirnya orang dewasa bukan sebagai penasehat, namun sebagai scaffolding. Scaffolding merupakan proses dukungan kognitif dan sosial yang dirancang untuk membantu anak didik melakukan proses pemecahan masalah dan project secara mandiri. Sekali lagi hadirnya orang dewasa bukan sebagai penasehat, namun justru sebagai coach. Seorang coach adalah sebagai mitra atau teman bagi anak didik, sebagai patner diskusi sehingga potensi yang dimiliki anak didik mampu berkembang dengan kesadaran dirinya. Anak didik menjadi sadar akan kekuatan dan kelemahan, mampu membuat perencanaan, melakukan perencanan dan mengambil keputusan dengan baik. Hadirnya orang dewasa bukan sebagai satu-satunya sumber pengetahuan, seperti halnya menuangkan air di dalam gelas kosong.

Metode keenam adalah tanda kecakapan. Di dalam metode kepramukaan, tanda kecakapan diberikan kepada anak didik yang sudah mencapai kompetensi tertentu sesuai dengan Syarat Kecakapan Umum (SKU) dan Syarat Kecakapan Khusus (SKK). Tanda kecakapan merupakan simbol-simbol yang dipasang di lengan baju pramuka, jika sudah lebih dari 5 TKK maka diletakkan di ketampan, sebuah kain coklat tua yang dislempangkan. Simbol itu sebuah bentuk penghargaan kepada anak didik yang telah mencapai kompetensi tertentu. Penghargaan merupakan point penting dalam menciptakan sekolah menyenangkan, karena berkaitan dengan optimalisasi kerja otak limbik sistem. Limbik sistem akan menghasilkan hormon kebahagiaan salah satunya terbentuk ketika seseorang dihargai dan mendapatkan penguatan positif. Limbik sistem yang berkembang dengan baik akan mendukung berkembangnya neocortex sebagai pusat berpikir kritis, logis, pengambil keputusan dan kreativitas.

Metode ketujuh adalah satuan terpisah. Satuan terpisah antara laki-laki dan perempuan merupakan suatu cara agar anak didik tetap berada pada koridor norma-norma kesopanan. Anak remaja yang berada pada masa puber, perlu diberikan wawasan, pengetahuan dan melaksanakan kegiatan yang yang mengedepankan pada norma-norma yang berlaku. First thinking dari satuan terpisah ini adalah untuk menjaga agar anak didik tetap berada pada koridor norma kesopanan.

Ketujuh metode kepramukaan tersebut yang sudah dicetuskan lama dalam gerakan pramuka sangat relevan dengan metode pembelajaran di dunia persekolahan. Ketika metode ini diimplementasikan dalam pembelajaran akan menciptakan pembelajaran yang menyenangkan.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *