Jumat, 23 Februari 2024, di Bumi Grafika dilaksanakan kegiatan jumat rohani. Kerohanian Islam menyelenggarakan sholat Jumat di Masjid An Nida. Sebagai Khatib dalam sholat Jumat tersebut adalah Pak Rubadi, S.Ds dengan mengambil tema khotbahnya “Memantapkan Persiapan Ramadhan di Bulan Sya’ban. Sebagai Muadzin dari Kerohanian Islam “Tasqif” yaitu Ihsan Aufa kelas X Animasi 4.
Di Laboratorium Bahasa, siswa-siswa yang beragama Katholik menyelenggarakan ibadah siang dengan tema renungannya adalah “Iman yang Mengakar dan Bertumbuh”. Dalam kegiatan tersebut Bu Diana Rini mengajak siswa katholik untuk sharing tentang pengalaman imannya. Intan dari 10 dkv 1 dan juga Angel dari 12 MM1 yang menjadi melaksanakan sharing di hadapan teman-temannya. Intinya umat katolik sedang memasuki masa pantang dan puasa selama 40 hari untuk menyambut paskah/ kebangkitan Yesus Kristus. Untuk menghayati masa paskah ini anak-anak bertekad untuk mengembangkan imannya dengan aktif meningkatkan keterlibatannya dalam menggereja dengan bergabung di kelompok koor, lebih tekun membaca kitab suci dan pergi ke Gereja untuk berekaristi. Akhirnya anak-anak dapat menjadi duta-duta kedamaian dalam kehidupan keseharian.
Di ruang K4, siswa yang siswa-siswa yang beragama Buddha menyelenggarakan puja bakti dan meditasi cinta kasih. Dammadesana atau kotbah yang disampaikan mengambil tema “Tiga corak Umum, Hukum Perubahan (Anicca). Dalam dammadesana disampaikan bahwa “Jīranti ve rājarathā sucittā atho sarīnaṁ pi jaraṁ upeti. Sataṁ ca dhammo na jaraṁ upeti, santo have sabbhi pavedayanti”. Kereta kerajaan yang indah sekalipun pasti akan lapuk, begitu pula tubuh kita akan menjadi tua. Namun ajaran (Dhamma) orang-orang suci tidak akan lapuk. Sesungguhnya dengan cara inilah orang suci mengajarkan kebaikan. (Dhammapada, Syair 151). Ketidakkekalan (anicca) merupakan salah satu dari tiga corak umum dan fenomena mutlak yang senantiasa terjadi dan sedang terjadi disela-sela hidup dan kehidupan setiap orang. Saat ini juga, ketika sedang beraktivitas, waktu terus berputar yang berarti sedang terjadi proses ke kelapukan dan ketidakkekalan. Perubahan akibat ketidakkekalan ini menimpa semua hal yang berkondisi di lingkungan sekitar. Benda-benda yang dimiliki dan disayangi, kendaraan, rumah tinggal, perabotan atau peralatan, bahkan kondisi sosial, semua berubah setiap saat. Kondisi nyaman seketika dapat berubah menjadi kondisi yang tidak mengenakkan, begitu pula sebaliknya. Kondisi yang tidak mengenakkan dapat berubah menjadi kondisi nyaman dan menyenangkan. Silih berganti terjadi, semua berproses menuju ke kelapukan dan kehancuran. Menjadi tua, sakit, dan mengalami kematian juga merupakan fenomena kehidupan yang tidak dapat ditolak oleh siapapun. Tidak peduli mereka orang kaya, berkuasa, cantik rupawan, maupun orang jelek, miskin dan hina. Semua akan mengalami proses itu secara umum. Guru Agung Buddha menempatkan duka (dukkha) itu sebagai kebenaran yang pertama. Dukkha tidak hanya dimaksudkan sebagai penderitaan dalam pengertian secara umum tersebut, namun juga meliputi semua kondisi krisis yang disebabkan akibat ketidakkekalan dan keadaan-keadaan yang berkondisi yang akan berproses menuju kelapukan (anicca). Berawal dari kecemasan terhadap kondisi itulah yang mendorong Pangeran Sidharta meninggalkan seluruh kerajaan dan kemasyhuran sebagai putra mahkota untuk mencari “obat” guna menghentikannya, hingga menjadi Buddha. Atas dasar cinta kasih dan kasih sayang untuk menghentikan dukkha itulah yang akhirnya mendorong Buddha mengajarkan Dhamma ajaran-Nya kepada semua makhluk. Pemahaman ini tidak boleh diputarbalikkan dengan pengertian pada kepasrahan diri. Dengan mengetahui bahwa segala sesuatu tidak kekal, lantas dengan sengaja membiarkan bahkan menjerumuskan diri menuju bahaya. Hal ini adalah tindakan yang bertentangan dengan Dhamma kebenaran. Semua tekanan mental sesungguhnya adalah proses penempaan diri menuju mental yang kuat dan dewasa sebagai modal untuk berjuang meraih kesuksesan yang lebih berkualitas dan bermartabat”.