Apa imajinasi murid di masa depan? Sebuah pertanyaan yang membutuhkan pemikiran, imajinasi yang mendalam. Membutuhkan daya hening yang tinggi untuk mengimajinasikan bagaimana gambaran tentang seorang murid di masa depan. Imajinasi gambaran murid di masa depan bagi saya pribadi merupakan harapan bagaimana kualitas manusia di masa depan yang saat ini sangat lekat dengan tantangan-tantangan yang lebih kuat untuk dihadapi. Sebuah tantangan di era digital yang menyuguhkan berbagai informasi. Dari berbagai sudut pandang, banyaknya informasi tersebut akan menjadi peluang sekaligus ancaman, memberikan tantangan sekaligus hambatan. Persaingan yang terjadi di masa mendatang manusia tidak hanya bersaing dengan manusia saja, namun justru persaingan paling sengit adalah dengan kecerdasan buatan (artificial intelegency) yang dibuat oleh manusia itu sendiri. Apa dampaknya? Manusia-manusia yang memiliki kecakapan yang bagus sajalah yang tidak tersingkir.
Gambaran kondisi masa depan inilah, yang membuat saya harus merenung kembali pada pertanyaan di awal. Bagaimana imajinasi murid di masa depan. Saya tidak bisa langsung mengimajinasikannya. Saya justru kembali ke masa lalu untuk menggali kembali seperti apa manusia-manusia yang berkualitas itu. Ketika saya menggali tentang relief di Candi Mendut, saya justru menemukan sebuah relief seorang wanita yang sedang duduk dengan padmasana.
Bangunan candi mendut memiliki relief Dewi Tara yang mempunyai delapan tangan. Dewi Tara merupakan bodhisattva yang memiliki tekad menolong semua makhluk untuk mencapai pencerahan. Dewi Tara duduk dalam posisi meditasi di atas padmasana, yang merupakan posisi kaki yang melambangkan kedamaian dan kebijaksanaan. Dewi Tara digambarkan memiliki delapan tangan yang melambangkan kemampuan dan kekuatan membantu makhluk hidup. Keempat tangan kanan Dewi Tara juga memegang cawan, kapak, tongkat dan kitab yang juga memiliki makna khusus. Cawan sebagai simbol kasih sayang dan pemberian. Kapak memiliki simbol pemotongan semua penghalang dan penderitaan. Tongkat memiliki simbol kekuasaan spiritual dan Kitab memiliki simbol pengetahuan. Keempat tangan kiri Dewi Tara memegang tiram, wajra, cakra dan tasbih yang merupakan simbol-simbol dengan makna khusus: Tiram sebagai simbol kebijaksanaan, wajra sebagai simbol kekuatan spiritual dan keteguhan. Cakra memiliki simbol kemurnian. Tasbih memiliki simbol meditasi dan pengendalian diri.
Dewi Tara merupakan gambaran manusia yang memiliki kualitas baik dan telah digambarkan oleh masyarakat di masa mataram kuno. Dari literatur budaya masa lampau inilah saya justru menjadi bahan imajinasi bagaimana gambaran murid di masa mendatang. Murid di masa mendatang harus memiliki pengetahuan yang luas, karena persaingannya jauh lebih ketat dibandingkan saat ini atau sebelum-sebelumnya. Persaingan dengan kecerdasan buatan menuntut manusia mendatang harus memiliki pengetahuan yang luas. Dalam simbolisasi Dewi Tara yang memegang kitab (buku) sebagai gambaran pengetahuan yang luas. Pengetahuan saja tidaklah cukup, murid di masa mendatang hendaknya memiliki budi pekerti yang luhur. Budi pekerti tersebut berakar dari cinta kasih (metta) yang hendaknya dimiliki oleh manusia. Pengetahuan tanpa dilandasi cinta kasih, maka pengetahuan yang dimiliki justru akan merusak sesama manusia dan lingkungannya. Dewi Tara yang memegang cawan mengandung arti cinta kasih dan pemberian menjadi inspirasi bahwa manusia mendatang harus memiliki kepedulian yang tinggi. Seperti filosofi ajaran Ki Hajar Dewantara bahwa mendidik adalah menuntun kodrat murid agar mencapai kebahagiaan setinggi-tingginya yang bermanfaat untuk dirinya dan lingkungannya. Hidup akan semakin bermakna, ketika kehidupannya bermanfaat.
Murid di masa mendatang dalam gambaran saya adalah murid yang memiliki kemerdekaan dalam berpikir, merasakan dan bertindak. Kemerdekaan yang dimaksud adalah memiliki kemandirian dalam berpikir, merasa dan bertindak. Seorang murid di masa mendatang harus mampu memotong penghalang, kemelekatan dan kemalasan dirinya. Dalam simbolisasi Dewi Tara digambarkan dengan tangan yang memegang kapak. Murid di masa mendatang hendaknya mampu menguasai dirinya sendiri baik secara fisik maupun psikologis dan spiritualisme. Penguasaan diri tersebut digambarkan sebagai tongkat yang dibawa oleh Dewi Tara.
Para murid di era ini lebih banyak dikenal sebagai generasi strobery. Strobery dari luarnya nampak ranum, namun di dalamnya membusuk. Oleh karena itu diperlukan siswa yang bijaksana yakni memiliki kemampuan menggunakan akal budinya. Pada kata bijaksana terkandung makna bijak, yakni akal budi,arif atau tajam pikiran, sehingga kata bijaksana dapat berarti “pandai dan cermat serta teliti ketika menghadapi kesulitan dan sebagainya. Makna kata kebijaksanaan lebih luas daripada makna kata bijaksana. Saya memiliki impian bahwa murid di masa mendatang memiliki kebijaksanaan dan disimbolkan Dewi Tara membawa tiram.
Murid di masa mendatang diperlukan tekat yang kuat, memiliki keteguhan serta memiliki kemampuan spiritual yang baik. Di era yang penuh tantangan dan ancaman ini, maka tekad yang kuat akan menghasilkan manusia yang mandiri, tidak pantang menyerah. Tekad yang kuat digambarkan dengan wajra yang dibawa oleh Dewi Tara. Tekad yang kuat akan mempengaruhi segala sikap dan tindakannya. Ketika sikap dan tindakannya dilandasi dari pikiran yang jernih, murni maka segala tindakannya akan membawa pada perubahan yang lebih baik. Kemurnian pikiran ini disimbolkan dengan Dewi Tara yang membawa cakra. Cakra juga melambangkan sebuah perubahan yang terus menerus. Tidak ada yang abadi di dunia ini selain perubahan itu sendiri. Ketika para murid memiliki perubahan mindset maka akan mempengaruhi tekadnya untuk belajar sepanjang hayat.
Semua tindakan dan sikapnya hendaknya dilandasi dengan pengendalian diri yang baik. Seorang murid yang memiliki pengendalian diri yang baik, maka segala tindakannya akan terarah. Pengendalian diri ini disimbolisasi dengan Dewi Tara memegang tasbih. Tasbih terbentuk dari untaian manik-manik yang saling terhubung, yang menggabarkan bahwa segala tindakan yang dilakukan selalu terhubung oleh karma. Ketika kesadaran ini terbentuk, maka segala tindakan murid akan dikembalikan pada dirinya sendiri, sehingga akan menjadi manusia yang berani bertanggungjawab atas perbuatan dan keputusannya sendiri. Untaian manik-manik yang membentuk tasbih juga menggambarkan bahwa manusia adalah makhluk sosial yang saling terhubung satu sama lainnya. Kesadaran menjadi makhluk sosial inilah yang melandasi pikiran, sikap dan tindakannya untuk bergotong royong
Inilah imajinasiku bagaimana gambaran murid di masa mendatang yang sangat relevan dengan enam kompetensi yang harus dimiliki di abad 21 yaitu character (karakter), citizenship (kewarganegaraan), critical thinking (berpikir kritis), creativity (kreatif), collaboration (kolaborasi), dan communication (komunikasi). Semua aspek tersebut bermuara pada satu gambaran utuh yaitu murid yang memiliki pikiran, perasaan dan tindakan yang humanis atau well being.
Dari uraian tersebut saya memimpikan bahwa murid-murid di masa mendatang memiliki penegtahuan luas sehingga mampu berpikir secara mandiri, kritis dan kreatif, bijaksana, memiliki tekad yang kuat untuk terus belajar sepanjang hajat, memiliki pengendalian dan kesadaran diri yang baik dan bermanfaat untuk dirinya serta lingkungannya. Secara lebih singkat, gambaran murid di masa mendatang adalah cerdas dalam berpikir, memiliki kompetensi yang unggul yang dilandasi oleh cinta kasih. Saya percaya bahwa murid tersebut individu yang memiliki karakter unik dengan segala potensi yang ada sehingga potensi tersebut dapat berkembang dengan baik hingga mencapai versi terbaiknya. Ketika di sekolah, saya lebih mengutamakan pada pembentukan karakter terlebih dahulu sebagai landasannya. Cinta kasih sebagai jantungnya, sehingga murid akan mampu berpikir secara cerdas dan memiliki kompetensi yang unggul.
Dari uraian imajinasiku tentang murid di masa mendatang, maka saya memiliki visi sebagai berikut.
Mewujudkan Siswa yang Cerdas dalam Berpikir, Memiliki Kompetensi Unggul yang Dilandasi dengan Cinta Kasih