Jlegong, Rabu, 10 April 2024, saya sekeluarga merasakan bahagia. Pertama bisa bertemu Bapak dan Biyung. Di usia yang sudah senja, Bapak dan Biyung masih sehat sehingga bisa bertemu dengan cucu dan cicitnya di tahun ini. Kedua, sekeluarga bisa melaksanakan kegiatan Idul Fitri di Masjid Al-Kautsar Jlegong, Bejen, Temanggung. di Masjid inilah, nilai-nilai budaya Nusantara masih dilestarikan, terbukti dari kotbah Idul Fitri menggunakan bahasa Jawa Krama. Dengan tata acara yang sangat enak didengar, meskipun mungkin bagi generasi Z ini, bahasa Jawa sudah memudar. Salut, ketika pemuka-pemuka masjid masih melestarikan bahasa Jawa ini menjadi bahasa yang dipakai dalam acara keagamaan, karena secara langsung mengajarkan kepada generasi Z untuk nguri-uri budaya luhur bangsa.
Bahagia yang ketiga yang saya rasakan adalah ketika bertemu dengan pemuda-pemuda Buddha Buddhi Daya Jlegong yang secara langsung ikut mendukung kegiatan Idul Fitri dengan mengamankan Desa, menata parkir. Inilah nilai-nilai toleransi yang selalu direalisasikan dalam kehidupan sehari-hari yang dapat dicontoh. Pemuda-pemuda dari agama Buddha ini dibagi menjadi 2 yaitu untuk mendukung sholat Idul Fitri di Masjid Alkautsar dari Jamaah NU dan di lapangan dari Jamaah Masjid LDII.
Kerukunan yang menjadi DNA orang-orang Nusantara terus dirawat di desa Jlegong. Layak ketika desa tempat tersebut disebut sebagai desa Pancasila. Di sinilah berdiri 1 Masjid NU, 3 mushola, 1 masjid LDII, 1 vihara yang digunakan 3 aliran Mahayana, Theravada dan Nichiren.
Rukun dan gotong-royong menjadi nafas warga masyarakat. Saya masih ingat ketika pembangunan vihara, kelompok Yasinan dan warga LDII bergotong royong membantu pembangunannya, demikian juga ketika pembangunan masjid dan mushola, warga Buddha juga ikut bergotong-royong membantu membangun. Nilai-nilai luhur yang diajarkan dalam tindakan, bukan diajarkan secara teori yang ndakik-ndakik.
Selamat Idul Fitri 1445 H. Mohon maaf lahir batin.