Rasa bangga terhadap budaya nusantara perlu digaungkan. Bahasa sanskerta merupakan salah satu warisan budaya nusantara yang semakin hari semakin pudar. Bahkan tidak jarang orang-orang nusantara di masa kini sudah tidak mengenal bahasa tersebut. “Itu bahasa apa?”, itulah yang sering dilontarkan ketika melihat kosakata-kosakata yang dijadikan nama-nama suatu lembaga atau organisasi. Kita sepatutnya berbangga hati, ketika bahasa tersebut masih dipergunakan, meskipun masih sebatas nama-nama tempat. Ratusan tahun setelah runtuhnya Wilwatikta (Majapahit) dan dilanjutkan dengan penjajahan dari Belanda, menyebabkan budaya yang ada di nusantara terasa hilang karena dibabat sampai ke akar-akarnya. Bisa dimaklumi ketika golongan milenial, generasi Z ini tidak mengenal tentang bahasa-bahasa tersebut. Untuk bahasa sehari-hari yang ada di Jawa saja anak-anak generasi Z ini sudah terasa semakin asing dengan bahasanya sendiri. Mereka merasa lebih sulit menggunakan bahasa Jawa Krama daripada bahasa Inggris. Slogan-slogan dan salam saranghaeyo lebih membumi dibandingkan mudra-mudra yang dimiliki oleh orang nusantara dahulu.
Apa peran sekolah terhadap kondisi seperti ini? Apakah kita cukup diam menerima keadaan? Apakah kita cukup cuek dengan perubahan dan kondisi yang serba cepat ini? Sekolah sebagai tempat pendidikan, seyogyanya mengenalkan kembali budaya nusantara dari hal paling kecil. Di bidang kesiswaan, memiliki program untuk mengenalkan kembali kosakata-kosakata sanskerta dengan memberikan nama pada tempat-tempat yang ada di Bumi Grafika SMK Negeri 11 Semarang. Kami bekerjasama dengan UDINUS yang memiliki konsen yang sama untuk menggaungkan kejayaan nuswantara. Ada beberapa tempat yang ada di Bumi Grafika ini yang diberi nama dengan bahasa sanskerta beserta artinya.
Pertama, ketika murid-murid memasuki Bumi Grafika, maka setiap pagi akan disuguhi oleh penyambutan oleh bapak/ibu guru. Penyambutan yang hangat ini sebagai bentuk bahwa guru adalah sahabat bagi murid. Lapangan depan di bumi Grafika yang biasanya digunakan untuk tempat menerima murid masuk ke sekolah dinamakan sebagai Abisatya Khesetra yang artinya lapangan persahabatan.
Ketika masuk ke bumi Grafika akan ditemukan sebuah lapangan di tengah-tengah antara Gedung Animax dan Gedung pertemuan. Lapangan yang tergolong sedang, namun biasanya digunakan untuk apel pagi atau memberikan pengarahan-pengarahan dan motivasi untuk mendorong dan memberikan semangat bagi murid-murid. Lapangan tersebut diberi nama Wirya Khsetra yang berarti lapangan semangat.
Sudah saatnya di dunia persekolahan untuk memberikan hukuman-hukuman yang tidak bermakna, namun dengan cara persuasif hendaknya sekolah mengajak murid untuk berkesadaran penuh. Salah satu cara yang perlu dilakukan adalah memberikan motivasi tanpa harus dengan nada-nada keras. Dari pendekatan inilah, diharapkan api semangat murid-murid akan tumbuh. Di lapangan Wirya Khsetra inilah, tempat yang cocok untuk memberikan motivasi dan semangat murid.
Masuk menuju bagian belakang, kita akan menemukan sebuah lapangan yang luas yang dikelilingi oleh pohon bambu yang rindang. Biasanya lapangan ini sebagai tempat untuk upacara dan berlatih apapun seperti olahraga, latihan paskibra, latihan Pramuka dan berbagai kegiatan yang positif. Dilihat dari fungsinya cenderung untuk latihan, maka lapangan ini disebut sebagai Krida Khsetra yang artinya lapangan latih.
Menuju ke pusat kegiatan kesiswaan terlihat sebuah joglo yang unik. Joglo ini merupakan icon Grafika yang didirikan pada saat kepemimpinan Alm. Drs. L.Joko Rakito, M.Pd. Joglo sebagai lambang rumah di masa Majapahit menjadi icon SMK Negeri 11 Semarang. Joglo sebagai pusat kegiatan kesiswaan yang bertujuan untuk menimba ilmu pengetahuan, sebagai bukti bakti murid kepada orang tua, guru, masyarakat,bangsa dan negara. Dalam bahasa sankerta pengetahuan adalah Widya, maka joglo tersebut diberi nama Widya Bakti Sala yang artinya tempat berbakti kepada pengetahuan.
Menuju bagian selatan Bumi Grafika akan ditemui sebuah masjid Annida. Di sebelahnya terdapat lapangan yang biasanya untuk latihan basket. Namun ketika hari-hari besar keagamaan, tempat tersebut digunakan pula untuk kegiatan keagamaan. Karena fungsinya semata-mata untuk mencapai kebahagiaan, maka lapangan tersebut diberi nama Harsa Khsetra yang artinya lapangan kebahagiaan.
Sederhana apa yang kami lakukan. Dari hal yang paling kecil, minimal kita tidak akan kehilangan warisan budaya nusantara. Dari hal paling kecil, kita akan mengenalkan nama-nama kosakata sanskerta ke sanubari murid-murid kita. Bahasa adalah simbol, namun ketika kita imbangi dengan penciptaan lingkungan yang menyenangkan, maka simbol tersebut akan menciptakan kebermaknaan. Kapan lagi kita akan mengenalkan warisan nusantara kalau tidak sekarang? Sudah saatnya kejayaan nusantara akan kembali. Di tangan generasi Z inilah, kejayaan nusantara yang sudah pernah diraih akan digapai kembali. Semoga.
What are the benefits of using Sanskrit names in Earth Grafika, particularly in terms of cultural preservation?