Pagi ini, Selasa, 2 April 2024 saya mendapatkan tugas menjadi asesor pada uji kompetensi animasi di SMK Muhammadiyah 1 Semarang. Ada beban tersendiri karena harus meninggalkan kelas X Animasi 2 yang saat ini sedang melaksanakan kegiatan pembelajaran dasar-dasar animasi. Guru itu ibarat dalang, sehingga pepatah yang selalu saya ingat adalah: “Dalang Ora Kurang Lakon”. Dan itulah semestinya yang harus diperankan oleh seorang guru. Guru itu dalang atau sutradara di dalam kelas. Meskipun secara fisik, tidak berada di kelas, namun dengan berkembangnya teknologi informasi yang semakin canggih, peran guru tetap mengontrol jalannya pembelajaran di kelas. Ketika mendapatkan tugas ini, saya harus mampu memainkan peran guru dengan sistem jarak jauh.
Kemarin malam, di group whatsapp Animasi saya berikan sebuah link yang berisi script cerita, standar karakter dan storyboard dengan judul “Rumah Baru Puput”. Script dan storyboard yang ditulis oleh Pak Istoro Waluyo ini, atas seijinnya dapat digunakan untuk bahan pembelajaran dengan model project based learning. Dalam pembelajaran ini saya memilih salah satu murid yaitu Gwen menjadi lead animator. Sebenarnya ada dua murid yang sudah saya pilih menjadi lead animator pada kegiatan pembelajaran sebelumnya, yaitu Nayla dan Gwen, karena Nayla sudah diterima di Pickolab, akhirnya kelas saya serahkan kepada Gwen menjadi lead animator, sedangkan saya bersama Pak Taufiq menjadi supervisor dari kegiatan project pembuatan film animasi ini. Pagi ini setelah script dan storyboard dan standar karakter saya kirimkan ke group, semua murid diminta untuk membaca script, membaca storyboard, mencermati standar karakter dari masing-masing karakter.
Dalam pembelajaran ini, Gwen sebagai lead animator saya beri kesempatan untuk membagi cut-cut sebanyak 57 cut untuk dibagi kepada murid-murid yang ada di sekolah yang belum mengikuti magang. Karena yang mengikuti magang sebanyak 3 murid, sehingga 57 cut ini dibagi merata kepada 33 murid yang ada di sekolah. Dengan demikian rata-rata setiap murid akan mendapatkan dua cut yang menjadi tanggungjawabnya. Ada tanggungjawab individu dan ada tanggungjawab kelompok. Ketika salah satu murid kurang mampu bertanggungjawab menyelesaikan cut sesuai dengan jatahnya, maka akan menghambat kerja kelompok. Dari proses inilah murid sedang dilatih untuk bertanggungjawab secara individu demi keberlangsungan kelompok. Setiap murid memiliki perannya sehingga akan memperkuat kerja kelompok. Setiap murid sedang dilatih untuk memimpin dirinya sendiri dengan cara bertanggungjawab terhadap kerjanya, bahkan mereka harus mampu mengesampingkan hal-hal yang kurang produktif seperti bermain game agar dapat menyelesaikan pekerjaannya.
Meskipun kontrol guru terhadap murid di kelas dilakukan dari tempat yang berbeda, antusias murid dalam menyelesaikan pekerjaan pembuatan film animasi dapat terjaga. Terlihat dari foto-foto yang dikirim oleh lead animator menunjukkan mereka dalam kondisi santai, memegang HP, namun alat tersebut tidak digunakan untuk bermain game, mereka fokus menyelesaikan animasi dari cut-cut yang sudah diperolehnya. Setiap murid yang sudah menyelesaikan pekerjaannya membuat animate, wajib dikonsultasikan kepada lead animator sebelum dikonsultasikan kepada saya. Lead animator sebagai asisten dari supervisor, sehingga sebelum sampai kepada saya, lead animator bertugas untuk mengecek terlebih dahulu. Hal ini sesuai dengan prosedur yang diterapkan di studio animasi, sehingga penerapan ini diharapkan akan menjadi budaya kerja yang dilakukan di kelas sebelum mereka terjun langsung di industri. Google drive saya sediakan dan saya berikan di kelas agar mereka dapat mengirim video animasi berdasarkan cut yang sudah dikerjakan. Tidak lupa saya juga mengingatkan tentang prosedur penamaan filenya agar dapat mudah dibaca dan mempermudah pengelolaan file saat dilakukan compositing pada pertemua berikutnya. Terima kasih untuk murid-murid kelas X Animasi 2, meskipun kehadiran saya tidak bersamamu, namun kalian benar-benar hadir untuk menyelesaikan project pembuatan film animasi. Inilah presensi yang sesungguhnya. Presensi bukan dilihat dari kehadiran murid di kelas, namun berdasarkan karya yang dikirim.