Kodrat zaman menjadi point penting untuk diperhatikan oleh guru. Coba refleksikan pada diri sendiri. Kapan kita lulus S1 sehingga bisa digunakan untuk mendaftar menjadi guru. Seperti saya, lulus S1 tahun 2000 dan tahun 1996 saya mulai belajar di bangku kuliah. Artinya ilmu yang saya pelajari jika dilihat dari posisi sekarang adalah 28 tahun yang lalu, dan ilmu itu digunakan saat ini ketika mengajar murid-murid saya, padahal ilmu itu akan digunakan oleh siswa mungkin 3 tahun mendatang dan seterusnya. Kira-kira apakah ilmu tersebut nyambung, ketika kita berorientasi pada materi dari ilmu yang didapat saat kuliah di masa lalu itu. Jelas sekali tidak nyambung. Oleh karena itu, guru harus mengikuti kodrat zaman para muridnya. “Ajarilah anak-anakmu sesuai dengan zamannya, karena mereka hidup di zaman mereka bukan pada zamanmu. Sesungguhnya mereka diciptakan untuk zamannya, sedangkan kalian diciptakan untuk zaman kalian”. (H.R. Ali Bin Abi Thalib).
Dari kodrat zaman ini, maka dalam minggu ini, mulai tanggal 16-19 Oktober 2023, untuk seluruh siswa kelas X Animasi ada satu muatan pelajaran yang sengaja saya arahkan agar siswa mengenal dan mencoba memasuki pintu gerbang market place yang berlaku secara internasional. Inilah cara saya mengajar sesuai dengan kodrat zaman. Kelas X Animasi 1 di hari Senin, kelas X Animasi 2 di hari Selasa, kelas X Animasi 3 di hari Rabu dan X Animasi 4 di hari Kamis, saya kumpulkan terlebih dahulu di lapangan Wirya Khsetra. Usai berdoa dan menghormat bendera, ketika lagu Indonesia Raya dikumandangkan secara terpusat, siswa saya minta untuk mengenal tentang market place sutterstock. Ada satu pertanyaan pemantik, apa bedanya antara market place sutterstock dengan fiver? Pertanyaan tersebut sengaja saya lontarkan untuk menggiring mereka mengenal lebih jauh tentang sutterstock. Ibarat orang yang menawarkan jasa, ketika kita menjual jasa pembuatan baju, maka orang tersebut akan mempromosikan usahanya ke sosial media. Ketika ada orang lain yang akan memesan baju, maka ia akan mengukur, memilih kain yang sesuai dengan selera pemesan dan menjahit baju. Setelah sesuai dengan pemesanan, maka baju yang dibuatnya sudah beralih ke pemesan dan sebagai gantinya adalah uang pengganti ongkos menjahit dan pembelian kainnya. Demikian juga ketika kita menjual jasa pembuatan aset digital di Fiver, maka kita akan mengerjakan sesuai pemesanan. Berbeda dengan marketplace sutterstock. Kita tugasnya hanya mengupload karya di market tersebut, ketika karya itu diapprove oleh pihak sutterstock, maka karya kita akan terpublish di market tersebut. Ketika orang lain membutuhkan aset digital tersebut, maka akan mendownload dan membayar ke market tersebut. Pemilik akun, akan mendapatkan bagian dari karya yang diuppload tersebut. Coba bayangkan, misalnya satu karya dihargai $1 dan ketika ada 1000 yang mendownload, maka kita akan pihak sutterstock akan mendapatkan $1000. Tingggal bagaimana perjanjiannya yang diterapkan oleh sutterstock, si pembuat karya akan mendapatkan berapa persennya tergantung dari perjian awalnya atau ketentuan yang berlaku di sutterstock tersebut. Itulah perbedaan antara Fiver dan sutterstock.
Selama pembelajaran ini, mereka belajar juga bagaimana membuat akun sutterstock di bawah asuhan Pak Tufiq. Saya memberikan tantangan bagi mereka untuk berkeliling di wilayah SMK N 11 Semarang untuk hunting mencari objek yang menarik yang dapat diambil gambarnya untuk diuppload di sutterstock. Sederhana, yang mereka lakukan.
Bahagia rasanya ketika beberapa siswa sudah memberikan berita gembira.
“Permisi pak, menginformasikan foto saya sudah di approve shutterstock sebanyak 8 foto, terima kasih pak”, ungkap Rdyaka sambil mengirim screenshoot dari akun sutterstocknya.
“Mantap. Lanjutkan setiap hari upload. Cari foto yg unik dan bisa di luar sekolah. Oke”, respon saya terhadap Radyaka. Beberapa saat kemudian disusul Fildza yang memberikan informasi yang serupa. “Selamat pagi pak Diyarko. Izin menginformasikan shutterstock saya yang sudah di approve sebanya 3 foto pak, terima kasih”, ungkap Fildza.
“Mantap. Lanjutkan. Terus setiap hari upload foto foto yang menarik”, respon saya untuk memberikan apresiasi dan motivasi ke Fidza.
Sederhana apa yang saya lakukan. Saya tidak lagi memberikan materi yang terlalu banyak, justru dari pantikan inilah, mereka melakukan proses belajar mandiri. Mereka belajar dengan mengerjakan. Mereka belajar mencari informasi di dunia maya bagaimana trik-triknya agar karyanya bisa di approve. Setidaknya dari kegiatan ini saya sudah mengantarkan para murid untuk memasuki gerbang marketplace sesuai dengan kodrat zamannya. Semoga menginspirasi.