Perang Dunia II (1945), seorang Bocah Jepang 🇯🇵berdiri menunggu giliran kremasi adiknya yang sudah meninggal. Pengambil foto itu mengatakan: Bocah itu menggigit bibirnya begitu keras agar tidak menangis sehingga darah menetes dari sudut mulutnya. Saat itulah penjaga meminta: “Berikan padaku beban yang kamu bawa di punggungmu.” Bocah itu menjawab: “Dia tidak berat, dia saudaraku”. Di Jepang, bahkan sampai hari ini, foto ini digunakan untuk melambangkan kekuatan. “The Power of Love”. Kasih Sayang antar kakak beradik bukanlah sebuah beban melainkan berkat yang saling melengkapi. Tetap kuat untukku, untukmu, untuk kita.
Pantikan ini saya berikan di group kelas X Animasi. “Berdasarkan foto dan tulisan tersebut, apa yang kalian pikirkan dan kalian rasakan?
Fellisya Putri Hidayat menyampaikan responnya. “Jika saya yang berada di posisi anak itu,saya akan sama sepertinya,menggendong adik saya,karena itu adalah hari terakhir dimana saya bisa menggendong adik saya, sebisa mungkin saya mengantar adik saya ke peristirahatan terakhir dengan rasa penuh tanggungjawab sebagai kakak”. “Felajaran apa yang dapat dipetik dari kisah itu untuk Felisya?”, tanya saya selanjutnya. “Kasih sayang seorang kakak yang selalu ada untuk saudaranya”, jawab Felisya. “Apa yang akan kamu lakukan untuk saudaramu, Felisya?, tanya saya lebih lanjut. “Akan menjaganya, karena saya sebagai kakak tertua, saya harus bertanggungjawab untuk adik saya”, jawab Felisya.
Benedictus juga menanggapi pantikan tersebut, “Yang saya rasakan jika diposisi anak itu saya akan tetap tegar dan mencoba untuk menjalani hidup sebaik mungkin ,sambil mengingat kenangan kenangan yang telah dilalui bersama adik karena bagaimanapun itu adik itu sudah mati dan satu satunya cara untuk menebus rasa menyesal dan tangisan adalah hidup sebaik mungkin”. Dia juga menyampaikan bahwa yang bisa dambil hikmah dari cerita tersebut adalah hidup akur bersama saudara-saudara karena, kita tidak pernah tahu kapan saudara kita meninggal.
Nesya menungkapkan bahwa pada intinya yang dia rasakan adalah, sangat terharu melihat perjuangan seorang kakak yang rela melakukan apapun untuk adiknya, menahan air mata agar terlihat tetap kuat di kondisi yang seperti itu. Seorang kakak yang sayang kepada adiknya sehingga sampai nafas terakhir adiknya pun dia masih ingin menghantarkan adiknya ke tempat peristirahatan terakhirnya. Nesya mengambil pelajaran dari kisah tersebut bahwa sebagai seorang kakak, Nesya harus selalu menemani dan menjaga adik saya dalam keadaan apapun, dan selalu menyayangi adik-adik saya dengan tulus, walaupun terkadang saya terlihat lelah tetapi saya harus tetap terlihat kuat di hadapan adik adik saya dan bisa menjadi contoh yang baik untuk adik adik saya. “Ketika ibumu ada kepentingan mendesak, sedangkan adikmu yang masih berusia 2 tahun tidak ada yang menjaga, di satu sisi kamu harus sekolah. Apa keputusanmu?”, tanya saya lebih lanjut. “Saya akan izin sekolah Pak untuk beberapa hari saja, untuk menjaga adik adik saya agar mereka baik baik saja”, ungkap Nesya atas pertanyaan tersebut. Selanjutnya saya mengapresiasi kepada kepada ketiga siswa tersebut yang berani memberikan tanggapan terhadap pantikan di group whatsApp.
Proses memberikan pantikan ini merupakan salah satu penerapan Social Emotional Learning. Dari pantikan gambar tersebut, siswa diasah untuk mengolah rasa dan akhirnya berani mengambil keputusan. Sederhana kelihatannya, namun pantikan-pantikan ini akan memberikan kesan yang mendalam dan bermakna bagi siswa untuk mengelola perasaan dan keputusannya.
penerapan Social Emotional Learning