Selasa, 16 Agustus 2022, di SMK Negeri 3 Pekalongan yang terkenal dengan SMK Pembangunan Tekstil saya disambut baik oleh kepala sekolah Bu Yeni dan para guru yang sangat ramah. Ketika memasuki sekolah tersebut sudah terlihat keramahan dari semua civitas akademika dari sekolah yang dikenal dengan SMK Jutex atau jurusan tekstil. Dari penyambutan satpam yang ramah di pos penjagaan memperlihatkan bahwa value menghargai sudah tertanam lama di sekolah tersebut.
Sampai di sekolah tersebut, saya diajak ke ruangan yan tidak terlalu luas, namun sangat representatif untuk kegiatan workshop. Pembawa acara yang mampu mengajak para peserta untuk antusias menerima saya di ruangan itu. Penyambutan kepala sekolah yang menghangatkan semua yang berada di ruangan tersebut membuat saya terasa sudah kenal lama dengan para guru di sekolah tersebut.
Tiba saatnya saya menyampaikan growth mindset tentang pendidikan yang memerdekakan melalui gerakan sekolah menyenangkan. Seperti biasanya, saya awali dengan kesepakatan bersama. Kesepakatan ini penting agar semua yang hadir dan menjadi peserta memiliki tanggungjawab untuk menaati apa yang menjadi kesepakatan bersama sehingga kegiatan workshop dapat berjalan lancar.
Usai kesepakatan dibentuk, selanjutnya ditayangkan sebuah film dengan judul “Pak Di Ngorok” karya Gusti Rahmat Hidayat. Dari film ini saya menjelaskan tentang titik balik kehidupan saya di bidan pendidikan. Bertahun-tahun orientasi dalam mengajar adalah mengisi pengetahuan, bukan menuntun kodrat. Saya juga mengawali sesion ini dengan menceritakan tentang orientasi yang salah yaitu menanamkan kedisiplinan dengan tekanan yang justru hanya bertahan singkat. Awalnya dari apa yang saya sampaikan ini menimbulkan pertentangan dari bagian kesiswaan. Bagian kesiswaan di SMK ini merasa sulit mengatur siswa jika tidak dengan tekanan dan paksaan. Baginya pembiaaan itu penting untuk mendisiplinkan siswa. Dari situlah akhirnya saya mencoba menganalogikan, apa bedanya manusia dan binatang? Binatang mau melakukan sesuatu karena pembiasaan. Jika diberi makan, hewan seperti anjing mau melompat, jika tidak mau melompat maka dicambuk untuk melatihnya. Apakah kita mau memperlakukan anak-anak kita seperti hewan? Kalau begitu apa bedanya dengan hewan? Dari situlah saya mencoba mengarahkan bahwa proses mendisiplinkan manusia itu dengan mengajak pada kesadaran diri terlebih dahulu. Manusia berasal dari kata mano (bahasa pali) artinya pikiran. Itulah bedanya manusia dan hewan, manusia memiliki pikiran atau akal.
Dalam workshop Perubahan growth mindset ini saya paparkan tentang video yang disampaikan oleh founder GSM, Pak Muhammad Nur Rizal. Para peserta merasa tercengang dari apa yang dipaparkan di video tersebut. Yang menjadi point penting di sini adalah mendidik sebenarnya menuntun kodrat alami manusia yakni rasa ingin tahu, berimajinasi dan keberagaman. Dilanjut dengan pemaparan melalui slide, yang membahas tentang guru masih terjebak mengisi materi, bukan menuntun kodrat. Rutinitas pembelajaran yang borring seperti mencatat, ulangan, ujian dan terus menerus. Dinsamping itu juga dipaparkan tentang keluhan dunia pengguna alumni SMK yakni tidak tahan tekanan, tidak bisa berkolaborasi, tidak bisa berkomunikasi. Peran sekolah bagaimana? Terjadilah diskusi yang gayeng dalam workshop ini.
Dalam sesi selanjutnya para peserta workshop saya ajak berdiskusi tentang social emotional learning dan project based learning dengan berbagai penerapannya di sekolah. Di akhir kegiatan workshop dilakukan pemberian bintang kebaikan oleh kepala sekolah kepada peserta yang telah menginisiasi untuk berpendapat dan menyampaikan sharring atau pertanyaan. Semoga value GSM yakni memanusiakan manusia semakin banyak diterapkan oleh para guru di SMK N 3 Pekalongn.