Ajaran Ki Hajar Dewantara tentang Tri Sentra menerangkan bahwa pendidikan berlangsung di tiga lingkungan yaitu: keluarga, sekolah, dan masyarakat. Idealnya, ketiganya saling terkoneksi satu sama lain dan memiliki hubungan yang harmonis. Kenyataannya, hubungan antara keluarga (orang tua siswa) dengan sekolah belum terjalin dengan baik. Orang tua belum banyak dilibatkan dalam program-program di sekolah secara intensif. Kita lihat saja, peran orang tua dilibatkan ketika ada permasalahan-permasalahan anak didik, seperti kenakalan remaja yang sudah akut. Mengapa keterlibatan orang tua tidak dilibatkan sejak awal sebagai usaha preventif agar tidak muncul kenakalan remaja yang lebih berat. Pelaporan perkembangan anak didik paling banyak dalam satu semester hanya 2 kali yaitu setelah Penilaian Tengah Semester dan Setelah Penilaian Akhir Semester. Itu saja hanya sebatas pelaporan hasil belajar secara akademik.
Tulisan ini akan dipaparkan bagaimana menerapkan hal yang paling sederhana untuk menjalin komunikasi yang intensif dari ketiga komponen dan tri sentra tersebut. Salah satu cara yang dilakukan di jurusan Animasi SMK Negeri 11 Semarang dalam bentuk project based learning dengan melibatkan kolaborasi antar mata pelajaran ternyata mampu mengoptimalkan komunikasi dari ketiga komponen lingkungan tersebut.
Untuk menjalin komunikasi dengan orang tua atau lingkungan keluarga, di era digital ini dibentuk group parenting melalui WhatsApp. Pada umumnya group ini akan sepi, ketika tidak ada inisiatif dalam membangun komunikasi yang intens, membaur. Informasi akan semakin garing (kering) ketika hanya dilakukan searah atau berupa informasi dari sekolah kepada orang tua. Akibatnya orang tua tidak akan terlibat secara penuh dalam group yang dibuatnya. Agar tidak terjadi hal tersebut, maka infromasi-informasi yang bersifat sensitif perlu dihindari. Komunikasi dengan orang tua siswa hendaknya dilakukan bersifat ringan namun mengena. Orang tua diberikan kesempatan untuk mengemukakan pendapat. Perkembangan anak didik terkait di sekolah perlu disampaikan kepada orang tua secara intens. Seperti yang dilakukan dalam project based learning, maka data jumlah project yang sudah dikerjakan oleh siswa dilaporkan kepada orang tua siswa minimal satu kali dalam seminggu. Mengapa hal ini dilakukan? Saya mengamati permainan bola basket, bukan cara bermainnya yang menjadi fokus of interest oleh penonton, namun perubahan papan skor yang selalu dilihat oleh penonton. Ketika jumlah project siswa yang dilaporkan ke group orang tua, akan mempengaruhi orang tua untuk berperan aktif mengingatkan kepada anak-anaknya tentang project based learning yang harus dikerjakan. Orang tua secara otomatif akan dilibatkan sebagai pengganti guru di rumah, yaitu memantau perkembangan project yang dilakukan. Jadwal, program-program sekolah secara berkala diberikan kepada orang tua. Project yang bersifat sosial juga perlu dikolaborasikan dengan orang tua. Beberapa project sosial yang dilakukan di jurusan animasi adalah merapikan tempat tidur, membantu pekerjaan orang tua, membersihkan lingkungan rumah.
Michael Septiano.Y.P, siswa kelas X Animasi melaksanakan challenge sosial berupa membantu ibu. Dalam laporannya yang diunggah di Instagramnya, Michael menyatakan bahwa ibunya sangat handal dalam bergaul yaitu berjualan. Ia sangat berbakat dalam melayani pembeli dengan ramah. Dalam challenge ini, akhirnya Michael membantu ibunya berjualan dan sekaligus belajar bagaimana melayani pembeli. Ia belajar berbicara yang menyenangkan pembeli, membuat minuman yang dijual. Challenge sosial ini ternyata dilakukan dengan senang hati oleh Michael. Secara fundamental, challenge ini bertujuan untuk mendekatkan anak didik dengan orang tua. Kedekatan secara psikologis ini sangat dibutuhkan anak didik dengan harapan permasalahan-permasalahan yang bersifat akut tidak akan terjadi. Selama ini orientasi sekolah hanya mengejar kompetensi dasar yang harus diajarkan. Kedekatan dan keakraban anak didik dengan orang tua seolah-olah menjadi tugas orang tua. Keterlibatan sekolah untuk mendekatkan hubungan mereka tidak disentuh.
Contoh challenge sosial lainnya adalah merapikan tempat tidur. Merapikan tempat tidur merupakan hal paling sederhana yang dapat dilakukan oleh siswa. Namun kegiatan ini tidak akan menjadi habbit ketika tidak diberikan tantangan kepada siswa. Dari hal sederhana ini justru budaya kerja pertama kali akan terbentuk sebelum siswa melakukan budaya kerja di sekolah maupun di tempat industri. Challenge sosial ini, secara otomatif akan melibatkan orang tua sebagai supervisor, karena data yang diposting akan dikonfirmasi kepada orang tua. Video di atas merupakan salah satu kegiatan yang dilakukan Lively untuk membersihkan tempat tidur.