
“Memantik siswa dengan tantangan itu ya berbeda-beda dong. Mosok setiap siswa diberikan tantangan yang sama, siswanya saja memiliki karakteristik dan passion yang berbeda-beda”, inilah salah satu ungkapan yang sedang kami perbincangkan dengan teman sejawat Pak Taufiq. Inilah yang menjadi prinsip kami di jurusan Animasi ketika memberikan tantangan (challenge) kepada siswa. Dari prinsip inilah, akhirnya kami memutuskan untuk membuat suatu challenge wajib dan challenge bebas. Challenge wajib digunakan untuk menyelaraskan antara capaian kompetensi yang hendak dicapai sesuai kurikulum, sedangkan challenge bebas untuk memberikan wadah perbedaan passion yang dimiliki anak agar terus berkembang agar mencapai versi terbaiknya masing-masing. Ketika saya melihat potensi dari Bahtera, ternyata ia memiliki kemampuan membuat gambar wajah baik menggunakan media dan alat berupa kertas dan pensil maupun menggunakan kanvas dan cat minyak. Hal ini saya dapatkan dari informasi dari orang tuanya Bahtera tentang kemampuannya di bidang gambar. Informasi inilah sebenarnya bagian dari tes diagnostik untuk mengetahui potensi yang dimiliki. Berdasarkan hasil challenge pertama yaitu “Siapakah Aku”, saya bisa membaca bahwa Bahtera memiliki kesukaan melukis dan menggambar, bahkan cita-citanya memang menjadi seorang pelukis, membuka galeri lukisannya sendiri. Dari informasi inilah saya menjadi yakin bahwa memberikan pantikan dan tantangan kepada Bahtera merupakan keniscayaan yang harus dilakukan agar potensinya berkembang pesat. Jika dilihat lebih lanjut dari tantanga “Siapakah Aku”, Bahtera ini memiliki kelemahan yakni menunda-nunda waktu mengerjakan tugas karena lebih asyik bermain game. Dari kelebihan dan kelemahan ini, saya berkeyakinan ketika Bahtera ini dipantik sesuai passionnya maka akan melejit dan masih di bangku sekolah ini pasti ia sudah dapat penghasilan sendiri.


Awalnya Bahtera saya pantik untuk membuat sebuah lukisan di atas kertas dari foto ibu saya. Tantangan ini ternyata dapat dilaluinya dengan baik bahkan hanya 3 hari ia mampu membuat gambar tersebut. Saya semakin yakin bahwa Bahtera memiliki potensi yang unik yang perlu dikembangkan, diberi tantangan yang lebih sehingga possionnya dapat melejit dengan pesat.
Komunikasi secara pribadi juga saya lakukan untuk menjalin kedekatan dengan siswa, karena mendidik itu sebenarnya bukan secara klasikal. Setiap anak adalah unik, maka pendekatan yang paling efektif adalah pendekatan secara personal. Komunikasi secara pribadi tersebut hendaknya memegang prinsip couching yaitu memberikan power question yang mampu membawa pada kesadaran diri bahwa siswa itu perlu melejitkan potensi yang dimilikinya. Dari perbincangan dengan Bahtera, munculah kesadaran diri bahwa dirinya perlu melakukan proses berkarya secara kontinyu di bidang menggambar dan melukis.
Ketika Kasi SMK Cabang Dinas Pendidikan Wilayah I, Pak Andang berkunjung ke SMK Negeri 11 Semarang, menjadi moment penting bagi saya untuk memberikan tantangan kepada Bahtera untuk menggambar wajah dan mengubahnya menjadi karikatur. Foto segera saya kirim ke Bahtera. Dalam waktu 3 hari, karya tersebut sudah dikirim ke sekolah. Hal ini menunjukkan bahwa Bahtera telah mengalami perubahan untuk naik level. Ia mampu membuat karya dengan waktu yang relatif pendek di tengah-tengah banyaknya tugas lainnya.

Di saat menyerahkan karya ini, Bahtera mendapatkan tantangan baru yaitu membuat karikatur Kepala Sekolah yaitu Pak Luluk di atas kanvas. Selanjutnya saya hubungkan dengan pengelola animax store Pak Taufik untuk memposting karya-karya Bahtera untuk mempromosikan di shoope. Guru bukan hanya memantik, namun juga perlu berkolaborasi dengan lainnya untuk memberikan solusi untuk berkembangnya jiwa wirausaha siswa. Semoga muncul Bahtera-Bahtera lainnya yang memiliki keunikan berbeda untuk tumbuh dan berkembang dengan baik.